JAKARTA – Sorotan kembali tertuju pada nama Tan Paulin, pengusaha tambang yang dijuluki “Ratu Batu Bara”, juga sang suami Irwantono Sentosa suami Tan Paulin Terseret di KPK ?
Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan penggeledahan di kediamannya di Surabaya. Meski penyidik menyita sejumlah dokumen penting, hingga kini perkembangan penyelidikan terhadap Tan Paulin masih terkesan jalan di tempat.
Kasus ini berkaitan dengan dugaan tindak pidana pencucian uang yang menyeret mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari. Namun, berbeda dengan Rita yang telah divonis dan dijatuhi hukuman, status Tan Paulin masih belum bergerak dari posisi sebagai saksi. Padahal, keterlibatannya dalam alur bisnis dan transaksi yang disorot KPK tampak cukup signifikan.
Pemilik Perusahaan Tambang dan Hubungannya dengan Kasus KPK
Tan adalah pendiri dan direktur utama PT Sentosa Laju Sejahtera (SLS), perusahaan tambang yang menjalin kerja sama dengan PT KAI Logistik. Perjanjian tersebut diteken pada 13 Maret 2024 dan berkaitan dengan pemanfaatan aset PT KAI untuk terminal batu bara di Stasiun Kramasan, Sumatera Selatan.
Penandatanganan kesepakatan itu dihadiri oleh Irwantono Sentosa, suami Tan Paulin yang menjabat Komisaris Utama SLS, dan Direktur SLS Dian Sanjaya. Kerja sama ini pun memunculkan sejumlah pertanyaan, terutama soal prosedur pemilihan mitra. Apakah ada aspek transparansi dan akuntabilitas dalam kolaborasi ini?
Prosedur Kolaborasi dan Pertanyaan Hukum yang Menyertainya
Salah satu sumber internal menyebutkan bahwa kerja sama antara SLS dan KAI Logistik tidak melalui proses tender terbuka. “SLS didirikan pada 2021, dan informasinya penunjukan dilakukan secara langsung,” kata sumber tersebut. Jika benar demikian, hal ini membuka ruang perdebatan soal kepatutan dan akuntabilitas kemitraan antara BUMN dengan sektor swasta.
Di sisi lain, pengamat intelijen Sri Radjasa Chandra mengungkapkan kekhawatirannya terhadap minimnya perkembangan kasus ini. Ia mempertanyakan apakah hambatan dalam penyidikan disebabkan oleh kekuatan jaringan tokoh-tokoh tertentu, atau lemahnya komitmen penegak hukum. “Ketika penanganan sebuah kasus seperti menggantung terlalu lama, wajar jika publik mulai bertanya: apakah semua orang diperlakukan sama di hadapan hukum?” ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa Tan Paulin sebelumnya telah diperiksa oleh KPK, salah satunya pada 29 Agustus 2024 di kantor BPKP Jawa Timur. Pemeriksaan itu menyangkut transaksi batu bara perusahaannya di Kutai Kartanegara. KPK juga telah menggeledah rumah Tan Paulin dan menyita sejumlah dokumen sebagai bagian dari penyelidikan lanjutan. Apakah ini akan cukup untuk menuntut pertanggungjawaban yang lebih jelas?
Tan sendiri dikenal sebagai tokoh kunci dalam sejumlah perusahaan tambang, termasuk PT Sentosa Laju Energy, yang beroperasi di Kalimantan Timur dan Sulawesi Tenggara. Ekspansi ke Sumatera lewat kerja sama dengan KAI Logistik menjadi penanda bahwa pengaruh bisnisnya meluas lintas pulau. Namun, dampak dan implikasi dari langkah ini masih menimbulkan banyak pertanyaan di kalangan publik.
Sementara itu, kasus induk yang melibatkan Rita Widyasari mencakup dugaan suap dan gratifikasi senilai lebih dari Rp 436 miliar. Rita dan Khairudin, tim suksesnya, telah dijatuhi vonis dan saat ini menjadi tersangka dalam perkara pencucian uang yang diduga dilakukan dengan membeli aset menggunakan nama pihak lain.
KPK sejauh ini menyatakan telah menyita dokumen penting dari rumah Tan Paulin. Namun, pernyataan resmi hanya berhenti sampai di sana. Tanpa pembaruan informasi maupun tindakan lanjutan, kekhawatiran muncul bahwa proses ini bisa mengendap begitu saja. Situasi ini tidak hanya mengaburkan transparansi kasus, tetapi juga dapat meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap keseriusan penegakan hukum.
Dalam suasana publik yang semakin kritis, kejelasan arah dan komitmen dari lembaga penegak hukum sangat dibutuhkan. Karena ketika hukum tampak tebang pilih, yang dipertaruhkan bukan sekadar kredibilitas lembaga, tetapi juga rasa keadilan itu sendiri. Seberapa jauh penegakan hukum mampu memberikan kepastian dan keadilan bagi masyarakat?