www.siarandaerah.id – Kebijakan yang diterapkan oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengenai pemangkasan dana hibah untuk pondok pesantren dalam APBD 2025 telah menjadi sorotan publik. Langkah ini mendapatkan dukungan dari beberapa pihak, yang percaya bahwa tindakan tersebut adalah bagian dari upaya untuk meningkatkan transparansi dan pemerataan dalam penerimaan bantuan.
Ketua Gerakan Muslimin Republik Indonesia (Gemira) Jawa Barat, H. Ricky Kurniawan, Lc, menegaskan komitmennya untuk mendukung kebijakan ini. Dia berpendapat bahwa pemangkasan ini justru akan menghilangkan ketidakadilan dalam distribusi dana hibah yang selama ini ada, di mana hanya lembaga tertentu yang mendapatkan manfaat.
Ricky, yang merupakan alumni Universitas Al-Azhar, juga menanggapi kritik yang menyebut kebijakan ini sebagai tanda ketidakpedulian terhadap pesantren. Ia meyakini bahwa Gubernur Dedi Mulyadi berupaya untuk menciptakan sistem yang lebih adil bagi semua lembaga keagamaan, tanpa memandang latar belakang politik.
Mengapa Pemangkasan Dana Hibah Penting bagi Jawa Barat?
Pemangkasan anggaran hibah diatur dalam Pergub No. 12 Tahun 2025, yang mencakup berbagai organisasi, termasuk pondok pesantren. Dalam kebijakan ini, organisasi yang mendapat pengurangan hibah mencakup NU, Persis, PMI, KPID, dan KNPI, sementara beberapa instansi seperti Polda Jabar dan Kodam III/Siliwangi masih menerima dana penuh.
Gubernur Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa kebijakan ini dirancang untuk menghentikan praktik hibah yang selama ini dianggap tidak transparan dan menyentuh kepentingan politik. Dengan langkah ini, dia berharap agar dana hibah tidak hanya mengalir kepada lembaga yang memiliki koneksi politik yang kuat.
Dalam penjelasannya, Dedi menekankan pentingnya mendistribusikan hibah secara merata, agar tidak hanya tersalur kepada pesantren tertentu. Dia juga menunjukkan bahwa banyak yayasan yang tidak terdaftar atau fiktif namun mendapatkan alokasi dana yang signifikan, sehingga pembenahan di area ini sangat diperlukan.
Koordinasi dengan Kementerian Agama di Seluruh Jawa Barat
Langkah pemangkasan ini tidak dilakukan secara sembarangan, melainkan melalui koordinasi erat dengan Kementerian Agama (Kemenag). Tujuan dari kerja sama ini adalah untuk mengarahkan bantuan ke madrasah dan tsanawiyah yang benar-benar membutuhkan tanpa memiliki akses ke kekuasaan.
Dalam hal ini, Gubernur Dedi menegaskan pentingnya pengelolaan dana hibah yang sesuai dengan prinsip keagamaan. Bantuan harus digunakan untuk mendukung institusi pendidikan yang tepat, sehingga dapat mengedepankan accountability dalam penggunaannya.
Gemira menyambut baik pendekatan baru ini, yang dianggap sebagai bentuk keberpihakan langsung kepada pesantren kecil dan lembaga keagamaan yang sering terpinggirkan. Dengan adanya kebijakan ini, diharapkan bisa memunculkan lembaga-lembaga baru yang lebih berpotensi dalam penyebaran agama dan pendidikan.
Data Penerima Hibah yang Signifikan
Dari pengumuman terbaru, terdapat lebih dari 370 lembaga yang direncanakan menerima hibah, namun hanya dua organisasi yang masih mendapat dukungan: Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) Jawa Barat senilai Rp 9 miliar dan Yayasan Mathla’ul Anwar yang mendapat Rp 250 juta. Adanya pengetatan ini menunjukkan bahwa pemerintah benar-benar serius dalam menyeleksi penerima hibah.
Ricky Kurniawan, yang juga seorang politisi senior dari Partai Gerindra, mencatat kesuksesannya dalam meraih suara terbanyak pada Pemilukada 2024 dengan 132.700 suara. Ia selalu mengedepankan berbagai isu penting seperti infrastruktur, pendidikan, serta dukungan bagi pondok pesantren, menunjukkan komitmennya terhadap perkembangan lembaga-lembaga keagamaan.
Walaupun kebijakan ini menciptakan kontroversi di kalangan masyarakat, Gemira percaya bahwa prinsip pemerataan dan penertiban administrasi adalah fondasi yang diperlukan untuk membangun masa depan pesantren yang lebih kuat dan berdaya. Ini merupakan langkah penting dalam memastikan bahwa bantuan pemerintah benar-benar sampai ke tangan yang tepat.