www.siarandaerah.id – YOGYAKARTA – Gubernur DIY Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, mengungkapkan bahwa dalam upaya pelestarian, sering kali perhatian lebih terfokus pada aspek “tangible” seperti bangunan dan struktur fisik. Hal ini membuat kita cenderung melupakan nilai-nilai “intangible” seperti praktik budaya dan makna yang membentuk identitas tempat tersebut.
Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim, menyatakan bahwa kota Bogor memiliki potensi luar biasa untuk diusulkan kepada UNESCO sebagai salah satu Kota Hijau pertama di Asia. Keberadaan Kebun Raya bukan hanya sekadar taman, namun mencerminkan perencanaan kota yang berbasis ruang hijau dan nilai sejarah yang kaya.
Dengan menjadikan Kebun Raya sebagai pusat kota, Bogor menunjukkan karakter yang unik, tidak hanya dalam konteks lokal tetapi juga global. Filosofi yang mendasari perencanaan ini sejalan dengan prinsip keberlanjutan yang kini semakin mendesak untuk diterapkan di semua aspek kehidupan kota.
Potensi Bogor Sebagai Kota Hijau yang Berkelanjutan
Dedie Rachim menegaskan bahwa Bogor memiliki keunggulan tersendiri karena keberadaan Kebun Raya yang tidak dimiliki oleh kota lain. Dalam hal ini, ia membandingkan Bogor dengan New York, yang memiliki Central Park sebagai pusat hijau. Kedua kota ini memiliki pola perencanaan yang mengutamakan aspek ekologis sebagai bagian dari identitas budaya.
Proposal untuk menjadikan Bogor sebagai Kota Hijau seharusnya mengedepankan nilai-nilai tak benda yang ada di dalamnya. Dengan langkah ini, diharapkan Bogor dapat lebih dikenal di dunia internasional sebagai kota yang memiliki kesadaran dan komitmen terhadap keberlanjutan lingkungan.
Selanjutnya, penting untuk memperhatikan berbagai tantangan yang menghadang dalam pelestarian ruang hijau. Keterlibatan masyarakat menjadi kunci untuk memastikan bahwa nilai-nilai tersebut dapat dijaga dan terus berkembang di tengah dinamika kota yang cepat berubah.
Peran Masyarakat Dalam Pelestarian Nilai Budaya
Sri Sultan Hamengku Buwono X mengingatkan bahwa menjaga pusaka budaya bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga seluruh masyarakat. Proses ini harus melibatkan dialog dan partisipasi aktif dari berbagai elemen yang ada di dalam masyarakat. Hanya dengan cara ini, jati diri dan nilai-nilai dasar budaya dapat terjaga dengan baik.
Nilai-nilai budaya yang sudah ada harus menjadi dasar dalam setiap upaya pelestarian. Namun, cara menjaga dan mengelola warisan budaya itu harus terus berinovasi dan beradaptasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat ini. Ini adalah tantangan yang memerlukan kerjasama dari semua pihak.
Yogyakarta bisa menjadi contoh bagi kota-kota lain dalam hal pengelolaan warisan budaya. Gubernur mengajak semua pihak, termasuk JKPI, untuk berperan aktif dalam melestarikan jati diri kota melalui inisiatif yang lebih inklusif dan responsif terhadap dinamika sosial yang ada.
Membangun Kesadaran Kolektif Melalui Pendidikan dan Keterlibatan
Pendidikan dan keterlibatan masyarakat merupakan dua hal yang tidak terpisahkan dalam upaya pelestarian budaya dan lingkungan. Menurut Sri Sultan, penting bagi masyarakat untuk memahami sejarah dan nilai-nilai budaya yang ada di sekeliling mereka. Melalui pendidikan, generasi muda akan lebih mampu menghargai dan menjaga warisan yang telah ada.
Keterlibatan komunitas dalam kegiatan-kegiatan pelestarian juga sangat krusial. Dengan membangun kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai pihak terkait, diharapkan bisa tercipta sebuah ekosistem yang mendukung pelestarian warisan budaya dan lingkungan secara holistik.
Membangun kesadaran kolektif juga bisa dilakukan melalui program-program yang melibatkan generasi muda. Kegiatan seperti workshop, seminar, atau festival budaya dapat menjadi media untuk menumbuhkan minat dan kecintaan terhadap budaya lokal.
Mengarahkan Masa Depan Kota Melalui Pelestarian yang Berkelanjutan
Secara keseluruhan, pelestarian yang benar-benar efektif harus mengedepankan pendekatan yang cerdas dan kontekstual. Sebagaimana diungkapkan oleh Sri Sultan, pelestarian bukan hanya mengenai menjaga yang lama, tetapi juga menghidupkan kembali jati diri kota dalam konteks yang relevan dengan zaman sekarang.
Inisiatif memastikan bahwa pelestarian budaya dan lingkungan dapat memberi dampak positif bagi kehidupan masyarakat adalah langkah penting. Tidak hanya sebagai simbol, tetapi sebagai sumber daya yang bisa dikembangkan untuk membentuk masa depan yang lebih baik bagi masyarakat.
Dengan semangat yang kuat dan kerjasama dari semua pihak, pelestarian bukan hanya akan menjadi sebuah langkah administratif, tetapi akan menghadirkan arti yang lebih dalam bagi setiap individu dalam masyarakat. Kota pusaka adalah ruang untuk hidup dan berinteraksi, mencerminkan identitas yang terus berkembang dan relevan dengan zaman.