JAMBI – Pemilihan Ketua Rukun Tetangga (RT) secara serentak di Kota Jambi dijadwalkan berlangsung pada Sabtu, 26 April 2025. Ini merupakan langkah signifikan yang diatur berdasarkan Peraturan Walikota Jambi Nomor 6 Tahun 2025, yang menjelaskan secara terperinci mengenai pelaksanaan pemilihan Ketua RT di seluruh wilayah kota.
Peraturan tersebut mencakup berbagai aspek teknis yang harus dipatuhi, termasuk syarat bagi calon Ketua RT. Salah satu ketentuan utama yang ditekankan adalah bahwa calon harus berstatus menikah atau pernah menikah. Hal ini dimaksudkan agar calon memiliki kedewasaan sosial dan pengalaman berumah tangga, yang dianggap penting untuk mengelola komunitas di lingkungan tempat tinggalnya.
Kelayakan Calon Ketua RT dan Kontroversi di Sulanjana
Meskipun demikian, pelaksanaan pemilihan di Kelurahan Sulanjana, Kecamatan Jambi Timur, muncul permasalahan. Pada Selasa, 22 April 2025, proses pencabutan nomor urut calon Ketua RT berlangsung di Aula Kantor Lurah Sulanjana, dihadiri oleh Camat Jambi Timur dan petugas keamanan dari Babinsa dan Bhabinkamtibmas. Ketegangan mulai muncul akibat keputusan panitia yang meloloskan seorang calon yang belum menikah, serta mengakui pernikahan siri sebagai syarat kelayakan yang berlandaskan Perwal.
Hal ini menimbulkan perdebatan yang hangat, mengingat pernikahan siri tidak diakui secara hukum sehingga tidak memiliki bukti formal dalam dokumen kependudukan. Kritik dilontarkan kepada panitia dan Lurah karena dianggap menafsirkan aturan secara sembarangan. Bahkan, terdapat calon yang diketahui belum pernah menikah secara sah tetap diizinkan berpartisipasi dalam kontes tersebut. Situasi ini bisa dianggap menyalahi prinsip keadilan dan akuntabilitas dalam proses demokrasi lokal.
Implikasi dari Polemik dan Harapan Masyarakat
Polemik ini tidak hanya mengundang perhatian di tingkat kelurahan, tetapi juga mulai menjadi perbincangan di kalangan masyarakat luas. Ketidakjelasan dari pihak kelurahan dan kecamatan mengenai langkah selanjutnya memperbesar keraguan publik terhadap integritas pelaksanaan pemilihan. Masyarakat berhak tahu akan sikap dan keputusan yang diambil untuk menanggapi masalah ini.
Tak lama setelah insiden tersebut, saat dimintai klarifikasi, Lurah Sulanjana belum memberikan tanggapan. Hingga saat ini, tidak ada pernyataan resmi mengenai upaya penyelesaian atas keberatan yang diajukan oleh peserta pemilihan maupun masyarakat. Hal ini menciptakan kekhawatiran akan transparansi dan legalitas yang sangat dibutuhkan dalam proses demokrasi di tingkat dasar.
Polemik di Kelurahan Sulanjana menambah catatan penting menjelang pemilihan Ketua RT serentak di Kota Jambi. Harapan besar terletak pada Pemerintah Kota Jambi untuk segera menanggapi perbedaan tafsir terhadap regulasi, agar pemilihan ini dapat dilaksanakan dengan prinsip keadilan, transparansi, dan kepatuhan terhadap hukum. Kejelasan sikap dari instansi terkait menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi yang seharusnya berjalan tanpa hambatan.