SURABAYA – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memberikan pembinaan kepada jajaran Kantor Wilayah (Kanwil) BPN Provinsi Jawa Timur. Bertempat di Aula Kanwil BPN Provinsi Jawa Timur, kegiatan ini menjadi kesempatan bagi Menteri untuk mendorong seluruh pegawai agar fokus menyelesaikan masalah pertanahan di masing-masing satuan kerja selama masa tugasnya.
“Seperti istilah Litis Finiri Oportet, semua persoalan harus ada akhirnya. Prinsip ini menegaskan pentingnya setiap masalah diselesaikan, baik saat kepemimpinan presiden yang ada saat ini maupun saat kepala kanwilnya diisi individu terpilih. Jadi, setiap isu harus segera dituntaskan, ini merupakan perubahan mental model yang perlu diterapkan,” ucap Menteri.
Pentingnya Penyelesaian Persoalan Pertanahan
Provinsi Jawa Timur memiliki luas wilayah mencapai 4.825.146 hektare, dengan Areal Penggunaan Lain (APL) yang mencakup 3.456.807 hektare, atau sekitar 71,67% dari total wilayah. Dari angka tersebut, hanya 2,6 juta hektare yang telah terdaftar sebagai bidang tanah. Ini menggambarkan tantangan yang masih ada dalam proses pendaftaran tanah yang harus diselesaikan oleh seluruh jajaran.
Dalam hal ini, Menteri menekankan pentingnya perencanaan yang tepat untuk menuntaskan pekerjaan yang masih tersisa. Mengingat data yang ada, penting untuk menganalisis aspek-aspek yang belum tersertifikasi. Misalnya, apa saja kendala yang menyebabkan tanah tersebut belum terdaftar, serta bagaimana langkah strategis yang bisa diambil untuk mempercepat proses pendaftaran tersebut.
Strategi Penyelesaian Pendaftaran Tanah
Menteri turut menyoroti pentingnya penyelesaian seluruh tunggakan pendaftaran tanah, termasuk program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). “Target waktu sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan semua ini. Dengan adanya PTSL, kita bisa menyelesaikan pendaftaran tanah yang belum terdaftar. Jika tidak, apa langkah selanjutnya?” tekannya.
Penting untuk membentuk tim yang dapat melakukan pemetaan masalah secara menyeluruh. Mengidentifikasi data yang belum terpetakan dan terdaftar merupakan langkah awal yang harus dilakukan. Selanjutnya, perlu dilakukan pendekatan dengan stakeholder terkait untuk memecahkan masalah, seperti pembebasan BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan).
Dengan melakukan pemotretan data dan membantu membentuk topografi dari area tersebut, kita bisa menemukan solusi yang tepat dan efektif. Mengingat bahwa setiap daerah memiliki karakteristik dan keunikan, pendekatan yang berbeda mungkin diperlukan untuk menyelesaikan setiap kendala yang ada, sehingga penyelesaian pendaftaran tanah dapat terwujud secara maksimal.